Pada tahun 2020 lalu, cukup banyak kejadian atau fenomena sains yang terjadi di Bumi ini. Hal tersebut dapat kita jumpai pada berita-berita yang bertebaran di internet ataupun dari sumber-sumber lain. Salah satu fenomena yang cukup menarik untuk diulas dari sudut keteknikan adalah pengembangan teknologi “matahari buatan” melalui reaktor fusi yang diharapkan akan dapat menjadi sumber energi bersih di masa depan.
Banyak negara atau pihak yang terlibat dalam proyek pengembangan teknologi “matahari buatan” ini. Salah satu proyek “matahari buatan” tersebut dikerjakan oleh negara China oleh tim dari China National Nuclear Corporation (CNNC). Proyek tersebut berfokus dalam menciptakan reaktor fusi nuklir yang bernama HL-2M Tokamak. Reaktor ini nantinya akan berperan untuk menyuplai energi dalam jumlah besar dari reaksi fusi yang bisa dimanfaatkan dalam kehidupan seperti matahari di dunia ini yang memiliki peran sebagai penyuplai energi dalam jumlah yang besar untuk kehidupan manusia.
Dikutip dari situs berita kompas.com, para ilmuwan menyatakan bahwa reaktor fusi nuklir tersebut menggunakan medan magnet yang kuat untuk memadukan plasma panas yang dapat mencapai suhu hingga lebih dari 150 juta derajat Celsius. Panas yang dihasilkan oleh reaktor tersebut sekitar 10 kali lebih panas dari inti matahari yang suhunya bisa mencapai sekitar 15 juta derajat Celcius. Reaktor fusi nuklir tersebut dapat menyala selama sekitar 10 detik.
Berdasarkan uraian di atas, tentu kita akan bertanya-tanya apakah benar dapat diciptakan suatu teknologi yang dapat memproduksi energi dalam jumlah besar yang hampir menyamai matahari atau bahkan mampu untuk menyaingi matahari yang telah diciptakan oleh tuhan ? Mari kita simak uraian di bawah ini.
Pada hakikatnya, teknologi “matahari buatan” bukan secara harfiah berarti “matahari”, namun sebuah eksperimen reaktor fusi nuklir yang reaksinya meniru reaksi yang terjadi di matahari. Prinsip kerja kerja dari “matahari buatan” adalah dengan memanfaatkan energi dari hasil reaksi fusi nuklir. Reaksi fusi nuklir merupakan penggabungan inti atom ringan menjadi inti atom yang lebih berat dengan menghasilkan energi. Untuk dapat memanfaatkan energi yang dihasilkan oleh reaksi fusi nuklir, maka diperlukan suatu teknik yang disebut dengan teknik Plasma Tokamak (tokamak suatu akronim bahasa rusia dari “toroidalnya kamera ve magnetnaya katushka” = ”toroidal chamber with magnetic coil”). Teknik ini diusulkan pertama kali oleh dua fisikawan Rusia yang merupakan peraih hadiah nobel, yakni Andrei Sakharov dan Igor Tamm. Tokamak sendiri merupakan pengembangan terdepan reaktor fusi berbasis magnetic confinement. Ciri khas dari tokamak terletak pada bagian geometri bejana vakumnya yang berbentuk donat, yaitu tersusun atas dua komponen utama; koil toroidal yang akan menghasilkan medan magnet toroidal (sejalan dengan arah φ) dan koil poloidal yang menghasilkan medan magnet poloidal (sejalan dengan arah θ); sehingga resultan dari medan magnet toroidal dan poloidal akan menghasilkan medan magnet helikal.
Gambar 1. Bejana vakum berbentuk donat pada tokamak (Sumber: http://www.nanometer.ru/2011/02/16/12978064027110_255332.html)
Di dalam reaktor fusi plasma yang terkungkung magnetik (magnetic confinement), terdapat ion-ion dan elektron-elektron dalam keadaan Kesetimbangan Termodinamik Total (KTT). Plasma dalam kondisi ini disebut plasma panas yang suhunya berada dalam orde 108 K dan mengikuti seluruh fungsi-fungsi distribusi (hukum-hukum Maxwell, Boltzmann, Saha, dan Planck) lalu mempunyai persamaan-persamaan termodinamik yang berbeda dengan gas (karenanya disebut materi fase ke empat).
Bahan bakar gas yang digunakan pada reaktor fusi tokamak adalah deuterium (D) dan tritium (T) yang masing-masing merupakan isotop dari hidrogen. Reaksi dari kedua unsur tersebut memiliki probabilitas reaksi terbesar (dinyatakan dalam nilai tampang lintang total) dibandingkan dengan probabilitas dari reaksi kombinasi hidrogen dan isotop-isotop hidrogen lainnya.
Gamba 2. Reaksi deuterium dan tritium (Goedbloed & Poedts, 2004)
Reaksi dari deuterium dan tritium akan menghasilkan helium (He) dan neutron (n). Helium merupakan partikel alfa yang terpengaruh oleh interaksi medan magnetik di dalam plasma sehingga energinya berfungsi untuk menyokong reaksi fusi secara berkelanjutan secara mandiri ; sedangkan neutron merupakan partikel netral yang tak terpengaruh oleh interaksi medan magnetik plasma sehingga terlepas dari plasma dan berinteraksi dengan dinding bejana vakum tokamak yang terbuat dari litium (Li) yang menghasilkan reaksi berikut
Gambar 3. Reaksi litium dan neutron (Sumber: atomicarchive)
Pada reaksi di atas dapat dilihat bahwa akan dihasilkan hidrogen-3 (tritium) yang akan dimanfaatkan sebagai bahan bakar fusi nuklir, lalu tritium bereaksi kembali dengan deuterium dan akan terjadi skema proses yang sama dengan yang telah dipaparkan sebelumnya secara berkelanjutan. Konsep pembiakan bahan bakar tritium secara berkala disebut dengan tritium breeding.
Berbeda halnya dengan tritium, deuterium sangat mudah untuk diperoleh dalam sumber daya yang begitu melimpah. Deuterium dapat diperoleh dari air laut yang tiap 1 liter air laut mengandung 1010 J energi fusi deuterium. Pada tokamak, untuk memperoleh plasma pertama dari gas D dan T dilakukan dengan metode Ohmic Heating. Sedangkan untuk auxiliary heating (pemanasan tambahan), biasa menggunakan metode Neutral-Beam Heating, dan Radio-Frequency Heating.
Kendala utama dalam menjaga pembentukan plasma pada tokamak, terletak pada kestabilannya. Konsep utama yang mengkaji mengenai kestabilan plasma adalah Magnetohydrodynamics (MHD). Ketika plasma tidak stabil maka plasma akan mengembang dan hilang sehingga reaksi fusi akan terhenti. Plasma duration time (waktu pembentukan plasma) terlama berhasil dilakukan pada Tore Supra Tokamak di Perancis yang berdurasi 6 menit 30 detik yang sekaligus menunjukan lama waktu kestabilan plasma.
Agar proses reaksi fusi dapat terus berlangsung, maka diperlukan pemenuhan kondisi yang didasarkan pada kriteria Lawson. Kriteria lawson merupakan suatu syarat terjadinya reaksi fusi secara berkelanjutan tanpa tambahan energi dari luar. Inti konsep dari kriteria lawson adalah keseimbangan energi. Pada kriteria Lawson ini terdapat 3 parameter penting terhadap energi yang dihasilkan dari reaksi fusi (momen pada saat energi fusi yang digunakan untuk memanaskan plasma sama dengan energi yang hilang) yang dikenal dengan istilah triple product dari kriteria Lawson yaitu niTiτE ≥ 3.10^21 keV.s/m3. Berdasarkan data-data yang ada, nilai triple product tertinggi yang telah berhasil dicapai yaitu sebesar niTiτE ≥ 1,53.1021 keV.s/m3 pada tokamak JT-60 di Jepang. Hal tersebut menunjukan bahwa reaksi fusi sampai saat ini belum dapat terealisasi sesuai yang diharapkan karena energi fusi yang digunakan untuk memanaskan plasma masih lebih kecil dari energi yang hilang. Berikut ini merupakan grafik sebaran nilai-nilai triple product yang sudah dicapai oleh seluruh reaktor fusi di berbagai negara.
Gambar 4. Progress dari triple product yang sudah dicapai oleh seluruh reaktor fusi di dunia. Tiga puluh lima negara di dunia, bersama-sama sedang melaksanakan misi untuk mencapai kondisi ignition melalui ITER di Cadarache, France. (http://large.stanford.edu/courses/2012/ph240/ramos2/images/f2big.jpg)
Selanjutnya, dapat ditinjau nilai reaktivitas fusi dan pengaruh suhu terhadap nilai triple product dari beberapa bahan bakar (D-T, D-D, dan D-He3) yang direpresentasikan oleh dua grafik di bawah ini.
Gambar 5. Nilai reaktivitas fusi dari bahan bakar Deuterium-Tritium (D-T), Deuterium-Deuterium(D-D), dan Deuterium-Helium-3 (D-He3). Semakin tinggi reaktivitas fusi, semakin sering reaksi fusi terjadi. Bahan bakar D-T memiliki reaktivitas tertinggi sampai pada temperatur 1000 keV. (https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/d/d0/Fusion_rxnrate.svg/2000px-Fusion_rxnrate.svg.png)
Gambar 6. Pengaruh temperatur terhadap triple product. Grafik ini dibuat untuk menentukan nilai minimum dari triple product. (https://en.wikipedia.org/wiki/Lawson_criterion#/media/File:Fusion_tripleprod.svg)
Berdasarkan nilai pada grafik di atas yaitu diambil pada titik ekstrim minimum reaksi D-T (grafik warna biru) sebesar 14 keV atau kurang lebih setara 150.000.000 K. Temperatur tersebut sangatlah tinggi, bahkan 10 kali lebih besar dari temperatur inti matahari. Tentunya untuk saat ini belum ditemukan material yang kuat untuk menahan temperatur sebesar itu. Maka dari itu, dibuatlah suatu sistem pengungkungan plasma dengan memanfaatkan interaksi partikel bermuatan dengan magnet pada tokamak yang dibuat sedemikian rupa agar plasma tidak menyentuh dinding material.
Berikut ini merupakan pemaparan 3 parameter penting pada triple product. ni dan Ti berturut-turut merupakan densitas dan temperatur ion dengan nilai yang diharapkan dapat dicapai adalah 1020 m-3 dan 10 keV. Lalu τE merupakan confinement time, yaitu merupakan waktu yang menunjukan seberapa cepat energi yang hilang dari plasma. Jika semakin lama energi yang hilang maka akan semakin besar confinement time, sehingga kemungkinan reaksi fusi dapat berjalan secara mandiri tanpa pemanasan melalui energi tambahan dari luar akan semakin besar. Berdasarkan nilai densitas partikel dan temperatur plasma, Confinement time yang dibutuhkan untuk memperoleh nilai triple product yang mencapai kondisi ignition (merupakan suatu keadaan ketika total energi/daya yang diperoleh lebih besar atau sama dengan nol sehingga reaksi fusi sudah dapat terjadi secara mandiri dan berkelanjutan) adalah pada kisaran waktu ≥ 5 s, tetapi sangat sulit untuk diperoleh. Confinement time merupakan kendala utama dalam mencapai nilai triple product yang sesuai dengan kriteria Lawson. Karena confinement time terkait langsung dengan energi yang hilang maka kajian terkait energi yang hilang (energy losses) merupakan salah satu kajian terpenting dalam mewujudkan reaksi fusi berkelanjutan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat kita simpulkan bahwa pengembangan reaktor fusi sejauh ini masih dalam tahap pengembangan sampai benar-benar terealisasi pada waktu tertentu. Tentunya kita berharap pengembangan reaktor fusi tersebut dapat segara terealisasi agar umat manusia dapat merasakan manfaat sumber energi bersih yang luar biasa dari pemanfaatan reaksi fusi seperti halnya matahari. Selain itu, tantangan terbesar dalam merealisasikan fusi nuklir secara mandiri dan berkelanjutan terletak pada menjaga energi pada plasma yang mengacu pada kriteria Lawson (triple product). Berdasarkan perencanaan ilmiah yang telah dilakukan oleh para scientist dan engineer, ITER (International Thermonuclear Experimental Reactor) diharapkan dengan optimis akan dapat merealisasikan hal tersebut lalu kemudian akan dibuat reaktor daya DEMO (Demonstration Power Station) yang merupakan perealisasian dari reaktor eksperimen ITER untuk kemaslahatan umat manusia.
Referensi
Achmad Fajar Putranto. (n.d.). Membuat Matahari Buatan di Bumi dengan Reaktor Fusi Tokamak. Diperoleh 5 Mei 2022, dari https://warstek.com/tokamak/
Achmad Fajar Putranto. (n.d.). Tiga Syarat Utama Membuat Matahari Buatan di Bumi. Diperoleh 5 Mei 2022, dari https://warstek.com/tiga-syarat-utama-membuat-matahari-buatan-di-bumi/
Goedbloed, H. P. & Poedts, S., 2004. Principles of Magnetohydrodynamics. Cambridge: Cambridge University Press.
Hillairet, Julien. 2018. Heating and Current Drive in Present and Future Tokamaks. ppt.
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas (2020, 8 Desember). Mengenal Matahari Buatan China yang Akhirnya Menyala, Apa Fungsinya?. Diperoleh 5 Mei 2022, dari https://www.kompas.com/sains/read/2020/12/08/180200823/mengenal-matahari-buatan-china-yang-akhirnya-menyala-apa-fungsinya-.
Jacquinot, Jean. 2018. Introduction to Fusion Energy and ITER. ppt.
Nur, M., 2011. Fisika Plasma dan Aplikasinya. Semarang: Universitas Diponegoro.
Sarma, R.G. 2015. Superconductivity: Basics and Applications to Magnet. New Delhi: Springer.
Wikipedia. (2022, 28 April). Lawson Criterion. Diperoleh 5 Mei 2022, dari https://en.wikipedia.org/wiki/Lawson_criterion.
Nur, M., (2011, 24 Februari). Sekilas Tentang Tokamak dan Fusi Nuklir. Diperoleh 5 Mei 2022, dari http://cpr.undip.ac.id/sekilas-tentang-tokamak-dan-fusi-nuklir/