Penggunaan Small Modular Reactor di Indonesia sebagai Solusi Energi Bersih Terbarukan

Sarah Auliyaurrohman Setiawati Sukoco1, Muhamad Zaky Ibnu Malik2
1Program Studi Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
2Program Studi Teknik dan Pengelolaan Sumber Daya Air, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan
Institut Teknologi Bandung
E-mail: sarahauliyaurrohman52@gmail.com, mzaki0225@gmail.com

Abstrak

Pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) menjadi fokus kajian yang penting dalam rangka mencari solusi energi bersih berdasarkan Sustainable Development Goals (SDGs). Masalah polusi udara di Indonesia terutama yang disebabkan oleh bahan bakar fosil membuat tuntutan untuk mencari solusi yang cepat dan tepat. Salah satu solusi yang menonjol yaitu PLTN karena menghasilkan energi yang tinggi dan
emisi CO2 yang rendah. Studi ini mengeksplorasi PLTN sebagai solusi energi bersih terbarukan dengan fokus pada keamanan sistem reaktor nuklir generasi IV khususnya Small Modular Reactor (SMR). Melalui studi literatur dan analisis perbandingan dengan negara-negara lain yang telah mengadopsi energi nuklir
membuat peningkatan potensi PLTN sebagai solusi energi yang efektif. Dengan begitu solusi tersebut berpotensi besar dalam mencapai target zero emission tahun 2060 di Indonesia.
Kata kunci: Polusi, Zero-Emission, Nuklir, SDGs, SMR

PENDAHULUAN

Pembangkit listrik tenaga nuklir menjadi suatu kajian yang menarik dalam upaya pencarian solusi affordable and clean energy pada program Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) yang dicanangkan oleh PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa). Polusi udara di Indonesia yang kian meningkat mengharuskan untuk segera mencari solusi atas masalah tersebut. Permasalahan
polusi udara di Indonesia salah satunya dipengaruhi oleh emisi dari konsumsi energi bahan bakar fosil yang masif dilakukan.


Tabel 1. Perbandingan Electric Power Sources [1]

METODE

Metode yang dilakukan untuk penelitian kali ini berfokus terhadap kajian literatur dengan basis data yang diambil dari beberapa pusat data nuklir serta penelitian terdahulu. Kajian yang akan dilakukan terkait dengan sistem keselamatan reaktor nuklir generasi IV dan pemanfaatan energi nuklir sebagai energi bersih berkelanjutan yang dapat menjadi solusi dari permasalahan lingkungan global khususnya di Indonesia. 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Menurut Antariksawan (2020) pada Energy Public Discussion Series, DPR RI yang berjudul Nuklir dalam Kebijakan Bauran Energi, penggunaan energi nuklir sebagai pembangkit daya tidak lepas dari empat perhatian utama yaitu keamanan pasokan, nilai ekonomis, keamanan yang dijaga secara ketat agar tidak ada radioaktif yang bocor ke lingkungan, serta pemenuhan kebutuhan terhadap emisi karbon[6]. Selain itu berdasarkan PP No 79 Tahun 2014 Paragraf  2 Pasal 11 menyatakan bahwa energi nuklir dapat digunakan sebagai solusi namun sebagai pilihan terakhir [7]. Akan tetapi dengan adanya pengembangan teknologi nuklir, perjanjian perdamaian atas nuklir, serta kepentingan nasional yang mendesak maka pada dasarnya energi nuklir dapat digunakan. 

Pada tahun 2050 diharapkan energi bersih terbarukan (EBT) telah memiliki porsi yang meningkat yaitu sekitar 31% dalam pemenuhan energi. Kajian implementasi energi nuklir sebagai EBT direncanakan secara sistematik oleh kementrian ESDM dalam jangka 2016 sampai 2050. Rencana pergerakan yang dilakukan meliputi rangkaian penelitian, pengembangan, menjalin kerja sama internasional, menganalisis berbagai kriteria, penimbangan kajian dari stakeholder, serta persiapan implementasi PLTN. Rencana jenis reaktor yang akan digunakan nanti adalah small modular reactor (SMR).

SMR merupakan sebuah reaktor nuklir baru yang memiliki kapasitas daya mencapai 300 MW(e) per unit atau sekitar sepertiga dari kapasitas pembangkit reaktor terdahulu. SMR memanfaatkan reaksi fisi untuk menghasilkan panas yang akan dikonversi menjadi energi. Ukuran SMR yang lebih kecil dari ukuran reaktor biasanya membuat SMR memungkinkan untuk dirakit di pabrik dan diangkut sebagai satu unit ke lokasi pemasangan. Hal yang menarik dari SMR adalah dapat menggabungkan energi nuklir dengan sumber energi terbarukan lainnya. Proteksi keamanan SMR juga dapat dikatakan memiliki tingkatan lebih dibandingkan dengan desain terdahulu. Berikut adalah struktur dari SMR, 

Gambar 1. Skematik SMR [8]

Beberapa keuntungan dari SMR adalah investasi yang dibutuhkan untuk membangun SMR lebih sedikit jika dibandingkan dengan menggunakan reaktor ukuran yang lebih besar, memiliki fleksibilitas yang baik dalam skala pemenuhan kebutuhan energi, dapat ditempatkan pada lokasi yang terbatas, dan suku cadang untuk memperbaiki SMR dapat diproduksi lebih cepat serta lebih murah. Berikut adalah beberapa negara yang sudah merencanakan penggunaan SMR sebagai pembangkit daya.

Gambar 2. Peta rencana penggunaan SMR [6]

Penggunaan SMR di Indonesia sebagai pembangkit daya energi nuklir sangat menjanjikan terlebih lagi untuk negara rawan bencana. Pada bulan Maret 2023, Amerika Serikat dan Indonesia telah sepakat menjalin kemitraan untuk memajukan transisi energi ramah lingkungan dengan memanfaatkan teknologi SMR. Beberapa studi kasus menunjukkan bahwa SMR layak dipakai sebagai metode untuk mencapai tujuan negara yaitu berkaitan dengan net-zero emission. Kemudian pemilihan wilayah Kalimantan untuk penempatan reaktor didasarkan pada rendahnya tingkat bencana yang terjadi di pulau tersebut. Untuk lebih jelasnya ditunjukkan oleh peta berikut ini.

Gambar 3. Peta bencana Indonesia 2022 [9]

KESIMPULAN

Kecelakaan besar nuklir di berbagai belahan dunia membuat adanya kekhawatiran pada masyarakat luas namun dengan adanya kemajuan fitur pengembangan reaktor generasi IV misalnya dengan SMR meyakinkan kita bahwa pada dasarnya nuklir aman untuk digunakan. Penggunaan nuklir sebagai pembangkit daya di Indonesia akan mendukung program Net Zero Emission Indonesia 2060 walaupun Indonesia merupakan negara rawan bencana tetapi dengan pemilihan lokasi dan jenis reaktor yang tepat maka akan menjadi solusi atas kekhawatiran tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Japan Commission on Large Dams, Dams in Japan: Past, Present and Future. London: Taylor & Francis Group, 2009.
[2] Z. Jaworowski, “The Chernobyl Disaster and How It Has Been Understoon,” World Nuclear Association, pp. 1–24, 2011, [Online]. Available: message:%3CA7120F7D-F192-43E4-83ED4A0D3D645E25@fnal.gov%3E%5Cnpapers3://publication/uuid/53F60D65-239F-4443-9122-9529E487599A
[3] S. M. Friedman, “Three Mile Island, Chernobyl, and Fukushima: An analysis of traditional and new media coverage of nuclear accidents and radiation,” Bulletin of the Atomic Scientists, vol. 67, no. 5, pp. 55–65, 2011, doi: 10.1177/0096340211421587.
[4] P. Robbins, “Three Mile Island Accident,” Encyclopedia of Environment and Society, no. 8, 2014, doi:
10.4135/9781412953924.n1066.
[5] World Nuclear Association, “The Fukushima Daiichi Accident Report by the Director General,” Director General, pp. 1–222, 2018.
[6] ANHAR RIZA ANTARIKSAWAN, “NUKLIR DALAM KEBIJAKAN BAURAN ENERGI,” Oct. 2020.
[7] “PP No. 79 Thn 2014.” 2014.
[8] M. Ilyas and F. Aydogan, “Steam generator performance improvements for integral small modular reactors,” Nuclear Engineering and Technology, vol. 49, no. 8, pp. 1669–1679, Dec. 2017, doi: 10.1016/j.net.2017.08.011.
[9] Badan Nasional Penanggulangan Bencana, “INDEKS RISIKO BENCANA INDONESIA,” vol. 01, no. 2985–6922, Jan. 2022.

Keep reading