Atasi Pemanasan Global Melalui Transisi Energi Biohidrogen dari Limbah Bonggol Jagung

Vellarosa Hawanaila1, Wildan Muttaqin1, Aulia Putri1
1Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya
E-mail: vellanaila@student.ub.ac.id, wildanmuttaqin@student.ub.ac.id, aul.ppp09@student.ub.ac.id

Abstrak

Kekhawatiran terhadap pemanasan global dan emisi gas rumah kaca semakin dirasakan di Indonesia yang menyebabkan diperlukannya pengembangan energi alternatif terbarukan. Biohidrogen adalah salah satu energi yang menjanjikan karena bersifat ramah lingkungan, tidak beracun, tidak menimbulkan polusi, dan
memiliki laju pemanasan yang rendah. Produksi biohidrogen dari biomassa bonggol jagung dapat menjadi pilihan terbaik untuk mengatasi permasalahan tersebut. Penggunaan substrat bonggol jagung dilakukan karena jumlahnya yang melimpah dan mengandung kadar selulosa tinggi sebesar 41%. Produksi biohidrogen dengan menggunakan metode biologis seperti foto-fermentasi menghasilkan pengembangan yang luas karena menggunakan energi cahaya dan memanfaatkan bakteri untuk prosesnya. Dalam produksinya, beberapa langkah diperlukan untuk memperoleh hasil yang efektif, seperti pretreatment bonggol jagung, preparasi bakteri HAU-M1, fermentasi pada media conical flask dan inkubator. Selain itu, penambahan senyawa FeCl2 dan pengadukan menggunakan magnetic stirrer juga dibutuhkan untuk memperoleh konsentrasi hidrogen yang tinggi. Bakteri HAU-M1 akan menghasilkan enzim nitrogenase dan memanfaatkan asam organik untuk mendonorkan elektron dalam kondisi anaerobik. Elektron akan diangkut ke enzim nitrogenase dan enzim tersebut akan mereduksi proton menjadi hidrogen. Berdasarkan hasil studi literatur, penggunaan metode foto-fermentasi dengan penambahan senyawa FeCl2 terbukti menunjukkan efek peningkatan yang signifikan terhadap kinerja biohidrogen dan menghasilkan konsentrasi tinggi secara keseluruhan. Dengan adanya keterbaruan ini, produksi hidrogen dapat dilakukan dengan lebih sederhana dan terjangkau sehingga dapat dikembangkan lebih lanjut untuk skala yang lebih besar.

Kata kunci: biohidrogen, bonggol jagung, foto-fermentasi, HAU-M1.

PENDAHULUAN

Saat ini, populasi dunia dan kebutuhan energi telah menyebabkan peningkatan pesat dalam konsumsi bahan bakar fosil. Bahan bakar fosil tidak hanya mengakibatkan penipisan sumber daya, tetapi juga berdampak pada pemanasan global dan efek rumah kaca karena emisi CO2, CH4, dan N2O. Sektor transportasi di Indonesia menyumbang emisi GRK sebesar 5% dari total emisi. Persentase tersebut memicu perubahan iklim yang sangat mengkhawatirkan bagi Indonesia, seperti meningkatnya suhu udara dan siklus hidrologi terganggu. Saat ini, Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk menurunkan emisi GRK sebesar 29% di tahun 2030 atas kemampuan sendiri sampai 41% dengan dukungan internasional [1]. Untuk mencapai target tersebut, pencarian sumber energi alternatif yang bersih dan terbarukan sangat dibutuhkan bagi masa depan Indonesia.

Gambar 1. Emisi GRK di Indonesia (sumber: PLN)

Hidrogen merupakan salah satu energi yang sangat menjanjikan karena memiliki kandungan energi tinggi, pembakaran bersih, dan non-polusi. Biohidrogen dianggap sebagai energi potensial karena dapat dihasilkan dari berbagai sumber, seperti sisa pertanian, limbah makanan, dan bahan organik [2]. Penggunaan substrat organik merupakan ide menarik untuk dikembangkan, salah satunya biomassa tumbuhan. Dari berbagai sumber biomassa, bonggol jagung adalah bahan fleksibel untuk produksi hidrogen karena kandungan selulosanya yang tinggi, ketersediaan yang melimpah, dan dapat diperbaharui. Dalam produksi biohidrogen, metode foto-fermentasi dipilih karena mampu menghasilkan hidrogen tinggi, sangat efisien, dan ramah lingkungan [3]. Proses foto-fermentasi dapat ditingkatkan dengan menggunakan bakteri fotosintetik pada kondisi lingkungan dan tekanan sekitar. Jenis bakteri yang umum digunakan adalah bakteri HAU-M1, yang akan menghasilkan biohidrogen melalui reaksi katalis nitrogenase selama penguraian senyawa organik dengan energi cahaya. Dengan melihat potensi yang ada, Indonesia cukup menjanjikan untuk memproduksi biohidorgen karena didukung oleh sumber alam yang melimpah dan telah menjadi perhatian besar karena dapat menghindari permasalahan pada ketersediaan pangan.

METODE

Penelitian diawali dengan pretreatment substrat limbah bonggol jagung yang dikeringkan di bawah sinar matahari selama 2 hari dan dilanjutkan penggilingan untuk mendapatkan ukuran 320-410 nm dengan kadar air 7,1 ± 0,3%. Setelah itu, 5 g bubuk bonggol jagung ditambahkan ke dalam 100 mL buffer natrium sitrat-asam sitrat (pH 4,8) pada conical flask 200 mL. Pada saat bersamaan, dilakukan preparasi bakteri fotosintetik HAU-M1 (27% Rhodospirillum rubrum, 25% Rhodobacter capsulatus, dan 28% Rhodospeudomonas palustri) dan media fermentasi (0,4 g/L NH4Cl; 0,5 g/L K2HPO4; 2 g/L NaCl, 0,1 g/L ekstrak ragi; 0,2 g/L MgCl2; dan 3,56 g/L natrium glutamat). Media fermentasi yang telah siap, ditambahkan sebanyak 50 mL ke dalam conical flask dan dititrasi hingga pH 7 dengan menggunakan 2 mol/L KOH. Selanjutnya, dilakukan penambahan 50 mL bakteri HAU-M1 dan 2500 mol/L FeCl2 ke dalam conical flask. Nitrogen diinjeksikan dalam conical flask untuk menjaga kondisi operasi bebas oksigen, lalu ditutup menggunakan penyumbat karet. Conical flask yang telah siap ditempatkan ke dalam inkubator (30°C, 3000 Lux) di atas magnetic stirrer selama 48 jam.

Gambar 2. Bioreaktor foto-fermentasi (sumber: Hitam & Jalil, 2020)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Produksi hidrogen dengan metode foto-fermentasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti jenis substrat dan bakteri, pretreatment, kandungan air, pH, intensitas cahaya, pengadukan, serta media fermentasi. Hal ini didukung oleh penelitian Lu et al (2022) yang membuktikan bahwa penambahan Fe2+ meningkatkan produksi biohidrogen dan mempersingkat waktu foto-fermentasi. Dalam penelitiannya, penambahan Fe2+ sebanyak 2500 mol/L menghasilkan yield hidrogen tertinggi.


Tabel 1. Pengaruh penambahan Fe2+ terhadap yield hidrogen

Untuk mencapai hasil yang maksimal, proses produksi biohidrogen dioptimalisasi tiap tahapannya. Limbah bonggol jagung dipilih sebagai substrat karena jumlahnya yang melimpah dan kandungan selulosanya yang tinggi yaitu 41% [4]. Substrat yang digunakan, terlebih dahulu dilakukan pretreatment untuk meningkatkan produksi gula dan menghindari degradasi karbohidrat. Pada penelitian ini, pretreatment bonggol jagung dilakukan secara fisik yaitu penggilingan untuk memperluas surface area yang dapat meningkatkan produksi biohidrogen [3]. Sedangkan, pemilihan bakteri HAU-M1 dipilih karena
menghasilkan yield hidrogen yang lebih tinggi dibandingkan strain tunggal [5].

Pengontrolan pH pada foto-fermentasi berperan penting dalam laju pembentukan hidrogen. Pengontrolan pH dilakukan dengan menggunakan larutan buffer natrium sitrat-asam sitrat, lalu dititrasi menggunakan KOH hingga pH 7. Pada pH 7 bakteri dapat tumbuh dengan baik sehingga dapat meningkatkan yield hidrogen. Selain pH, media fermentasi yang digunakan juga mempengaruhi pertumbuhan bakteri. Media fermentasi harus mengandung nutrisi yang cukup bagi bakteri, seperti mengandung karbon, nitrogen, mineral, dan karbohidrat [3].

Dalam produksi biohidrogen, metode foto-fermentasi memiliki kekurangan yaitu mudah terbentuknya busa dan crusting. Hal ini, dapat mengganggu proses foto-fermentasi akibat tertutupnya akses cahaya ke bakteri serta menghambat pertumbuhan dan aktivitas bakteri. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, perlu dilakukannya pengadukan menggunakan magnetic stirrer selama proses fotofermentasi berlangsung [5]

KESIMPULAN

Produksi biohidrogen dari biomassa bonggol jagung merupakan sumber energi terbarukan masa depan. Produksi biohidrogen melalui proses fotofermentasi, menawarkan hasil yang lebih baik dibandingkan metode lainnya. Berbagai pendekatan dan metodologi ditambahkan untuk meningkatkan produktivitas biohidrogen, seperti penggunaan bakteri HAU-M1, penambahan FeCl2, dan pengadukan menggunakan magnetic stirrer. Studi literatur menunjukkan bahwa produksi biohidrogen melalui foto-fermentasi menghasilkan tingkat kemunian dan efektifitas yang tinggi tanpa menghasilkan oksigen.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Badan Kebijakan Transportasi Kementerian Perhubungan, “Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) pada Transportasi Perkotaan melalui Upaya Penyeimbangan Karbon,” 2023. [Online]. Available: https://baketrans.dephub.go.id/.
[2] Zhang, Zhiping et al., “Investigation of The Interaction between Lighting and Mixing Applied during The Photo-fermentation Biohydrogen Production Process from Agricultural Waste,” Bioresource Technology, 2020.
[3] Hitam, C.N.C., A. A. Jalil, “A Review on Biohydrogen Production thourgh Photo-fermentation of Lignocellulosic Biomass,” Biomass Conversion and Biorefinery, 2020.
[4] Sari, Diana Poppy, Wuwuh Asrining Putri, Dinarta Hanum, “Delignifikasi Bonggol Jagung dengan Metode Microwave Alkali,” Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian “Agrika”, vol. 12, 2018.
[5] Lu, Chaoyang et al., “Bio-hydrogen Production from Apple Waste by Photosynthetic Bacteria HAU-M1,” International Journal of Hydrogen Energy, 2016.

Keep reading